Minggu, 05 Oktober 2008

Samurai Cahaya


cover design : mas yogi dari isthis comic




prolog
Hari-hari Panjang Penuh Tanda


Hari ini lahir dengan tak biasa! Sensei Kogawa Itsu, peramal paling ternama sejak masa Kamakura, memandang takjub ke arah langit. Matanya terbelalak dan tangannya yang sedang memegang kipas, bergetar. Istrinya yang menyaksikan itu, segera menghampirinya dengan tak mengerti. Ia ikut membuang pandangannya ke hamparan langit, seperti yang tengah dipandang suaminya. Dan ia segera ikut terbelalak. Mulutnya berucap ragu, “Kenapa… kenapa bisa begini?” Sensei Kogawa hanya menggeleng pelan, “Ini jelas sebuah pertanda…” ujarnya tanpa menoleh, “Ya, sebuah pertanda yang begitu jelas...” Kini di depan keduanya, terpampang sebuah lukisan yang tak biasa. Matahari yang baru terbit seakan membawa darah. Warna merah menyala menghiasi langit pagi ini, menepikan warna-warna yang biasa terlihat. Sungguh, pemandangan yang mengerikan. Tak hanya sampai disitu, ribuan kupu-kupu berwarna hitam juga bertaburan mengisi celah-celah kosong langit. Seakan langit telah menjadi milik mereka. Sensei Kogawa masih menatap tak percaya. Hampir sepanjang hidupnya ia menetap di sini, di tanah Gifu. Tak pernah ada alasan khusus mengapa ia memilih tanah ini. Walau sebenarnya ia bisa memilih tanah dimana pun. Ia bisa memilih Nara atau Kyoto, yang begitu maju peradabannya. Atau ia juga bisa memilih tempat-tempat sepi untuk kesempurnaan meditasinya. Tapi seperti sebuah magnet, ia memilih Gifu. Tanpa ia sendiri tahu alasannya secara pasti. Ia hanya tahu, langkah ini tak hanya terjadi padanya. Sepanjang yang ia tahu, banyak peramal-peramal besar berpijak disini. Entah apa alasan mereka. Ia hanya bisa sedikit merasakan kalau Gifu memang berbeda dari tanah-tanah yang sudah diinjak sebelumnya. Sepertinya disinilah, sebuah meditasi terdalam bisa dilakukan, sebuah getara paling halus bisa dirasakan dan sebuah penglihatan paling samar bisa terbaca. Entah apa yang sebenarnya ada pada Gifu. Seorang peramal lain pernah berujar, mungkin karena Gifu adalah titik tengah di pulau Honshu, sehingga semua energi yang ada di pulau itu memusat disini. Tapi Sensei Kogawa tak pernah merasa yakin alasan itu. Tapi hari ini sesuatu yang lain kembali terjadi. Ini yang kemudian membuatnya teringat pada Gijoru, seorang pemikir yang dipelajarinya ketika muda dulu… bila langit telah memerah dan kupu-kupu telah menari untukmu perhatikan itu sebagai sebuah tanda! Ya, inilah sebuah tanda, Sensei Kogawa merasa semakin yakin. Dulu, ketika ia masih sangat muda dan baru mempelajari ilmu tentang bintang, ia ingat di satu malam di tahun 1305, hujan turun dengan derasnya dan ratusan petir menyambar berkali-kali membentuk garis-garis putih disebujur langit dan menjadikan malam sebagai sebuah rajutan, waktu itulah hari dimana Ashikaga Takauji lahir. Ia bersama sensei-nya ketika itu, telah meramalkan saat itu, karena ia yakin, orang besar selalu lahir di hari yang tak biasa. Tak pernah ada yang membantah ini. Ia selalu bisa menghubungkan semua orang besar dengan hari kelahirannya yang tak biasa. Seperti saat hari terlahir dengan jutaan kumbang memenuhi udara. Entah kumbang dari mana, dan akan kemana. Mereka hanya terbang bergerombol, mengeluarkan suara melengking yang menyakitkan telinga dan terus bergerak berputar-putar tanpa arah. Namun di saat itulah Kitabatake Akiie lahir. Dan kini, hari yang tak biasa itu kembali lahir... Tanpa berucap apa-apa, Sensei Kogawa segera bergegas masuk ke ruang semedinya. Istrinya hanya bisa menatapnya tak mencoba menghalangi. Di dalam ruangan semedi, tanpa cahaya itu, ia mulai menenangkan pikirannya, mencoba berkosentrasi. Dicobanya melihat bayangan-bayangan yang muncul dalam semedinya. Tapi sampai lama, ia tak mendapatkan apapun. Ia pun akhirnya menyerah, dan membuka matanya saat langit telah gelap. Tak sepenuhnya gelap sebenarnya, namun warna merah masih terasa mendominasi… Langit hitam dengan semburat darah! Ia mengeluh dalam hati. Apa yang sebenarnya tengah terjadi? Ia mengeluh dalam hati. Tepat saat itulah, muncul empat bintang jatuh didepannya. Empat bintang yang muncul dari empat arah mata angin yang berbeda, meluncur dengan kecepatan luar biasa. menuju satu titik yang sama… Sensei Kogawa menahan napasnya, seakan keempat bintang jatuh itu akan saling bertabrakan… Ia kembali mencoba menyerahkan dirinya dari keheningan. Dan mulailah secara perlahan-lahan dan samar-samar, bayangan-bayangan melintas diangannya. Semula semuanya hanyalah bayangan tak jelas yang hanya sekelebatan mata. Namun perasaannya yang terlatih masih bisa menangkap bayangan-bayangan itu... Bayangan gelimpangan ribuan mayat… bayangan seorang samurai yang mengacungkan samurainya yang begitu memancarkan cahaya… bayangan duel dua samurai tanpa tanding… bayangan seorang anak kecil yang tengah memeluk seekor kelinci yang telah mati… Dan Sensei Kogawa terkesiap dengan napas terburu. Bayangan itu terus menggantung jelas diimajinasinya… Jauh… jauh dari tempat itu, di empat tempat yang berbeda, dari empat rahim yang berlainan, empat bayi merah lahir di dunia dengan tangisan yang sangat keras… Empat bayi inilah yang ditakdirkan lahir di hari itu… Dan dari hari inilah, cerita ini bermula…

*****


Akhirnya novel ini selesai. insyaallah kalau lancar bulan September besok sudah beredar di seluruh Indonesia. Novel ini merupakan novel dengan energi paling besar. Saya sangat lelah membuatnya. Sepertinya prosesnya sangat panjang. Ketebalannya konon dengan format standar bisa mencapai 300 halaman buku 13 x 20. Tapi agar harganya tidak terlalu mahal, buku ini diformat hanya 240 halaman. Fontnya kecil tapi masih cukup nyaman kog… Buku ini adalah jawaban dari semua keluhan pembaca Seven Samurai. Saya ingat komentar-komentar pembaca Seven Samurai, entah itu di email, friendster, blog, bahkan di sms. Hampir semuanya mengatakan kalau Seven Samurai terlalu tipis. Jadi buku ini jelas lebih tebal. Mungkin 2,5 kali lipat lebih. Ceritanya pun runtut, tidak melompat-lompat seperti Seven Samurai. Intinya buku lanjutan Seven Samurai ini merupakan karya saya paling menguras emosi. Seorang pembaca pernah berkomentar Seven Samurai membuatnya merinding, saya yakin buku ini akan membuat pembaca berkali-kali merinding. Saya catat ada 4 adegan memilukan. Ada juga 2 adegan heroik. Sungguh, novel ini sangat komplet. Karena saya juga menyisihkan sedikit gurauan di salah satu bagian. Sungguh, ini novel terbaik yang pernah saya tulis. Dan saya bangga bisa menyelesaikannya…

*****