“Dari mata seekor garuda, Indonesia punya air yang cukup, sungai kaya ikan, langit penuh dengan hujan, namun kini petani tak mampu mengairi ladangnya, keluarga tak mampu membeli air bersih untuk diminum, dan orang-orang tak bisa lagi tersenyum karena beban hidup mereka. Saya Yudhi H. menyampaikan pesan penting untuk Indonesia, rakyat haus suatu gerakan yang membantu orang-orang agar dapat meninggalkan beban hidup mereka, dan kembali tersenyum secara lepas…
Saya Yudhi H. bergabunglah bersama saya di Gerakan Indonesia Jayus… Gerinyuss… “
*****
Mas eksibisionis
Dari kost saya itu, jalan tembus ke kampus tak lebih dari 200 meter.
Disana, sebelum memasuki wilayah kampus, ada sebuah rumah besar yang disampingnya membelah sebuah gang kecil. Disitu ada sepetak kebon yang ditanami beberapa pohon pisang, dan rumput liar. Disinilah cerita ini berlangsung…
Konon disitulah, sudah lama tersiar kabar tentang seseorang eksibisionis. Teman-teman cewe saya yang kerap melewati jalan itu, beberapa kali terjebak disitu. Eksibisionis itu dengan pede (yaiyalah pede, masa malu-malu?), menunjukkan anunya ke depan cewe-cewe yang kebetulan lewat disitu…
“Ih, ngeri,“ seorang teman cewek saya bergidik.
“Aku bener-bener takuuuut,” tambah yang lain.
“Kenapa sih?” saya nimbrung, “Emang sebesar apa, bisa sampe bikin takut?”
Saya pun langsung ditendang keluar dari arena.
Saya jadi inget kejadian saat teman saya membuka toko di jalan Ciptowiloho - Jogja yang terkenal sepi. Disitu pegawainya pernah didatangi seorang eksibisionis. Biasanya ia datang dengan motor. Lalu turun tanpa mematikan motor. Buka celana… lalu : tang itung itang itung… oouh, ooouh….
Pegawai teman saya itu, sampai menangis karena ketakutan. Sialnya kejadian begitu terulang hingga 3 kali lebih. Sampai dilaporkan pada RT setempat segala. Kacian banget…
Sebenarnya menghadapi eksibisionis cukup mudah. Seorang teman saya yang mengaku pakar menghadapi eksibisionis memberikan tips ; “Eksibisionis itu makin seneng ketika kamu ketakutan. Makanya ketika ia mulai ber-naked ria, kamu cuek aja, melengos dan tidak menanggapi. Tindakan seperti ini bakal bikin si eksibisionis merasa ilfill…”
Tapi pada kenyataannya tips begini mana ampuh. Walau sudah disiapkan batu buat nimpuk, kayu buat nggebuk dan karet gelang buat njepret, biasanya korban seakan lupa semua. Mana ada sih orang ketakutan, bisa berpikir logis?
Kembali ke cerita tentang eksibisionis di deket kampus saya, sejak beberapa teman cewe saya jadi korban, saya sebagai cowo gentle, kadang sengaja menunggu teman-teman saya itu untuk melewati kebon itu. Sampai lama gak pernah ada eksibisionis yang nongol lagi. Nampaknya ia takut dengan keberadaan saya. Cuma suatu hari, kami dikagetkan juga dengan kemunculan eksibisionis yang lain. Kali ini lebih nekad. Naked seluruhnya, menampilkan seluruh tubuhnya yang putih. Saya langsung mengambil bambu di dekat saya. Dengan wajah yang saya garang-garangin saya maju ke depan siap menggebuk. Eksibisionis itu kontan langsung lari tunggang-langgang, sambil teriak-teriak, “mbeeek… mbeeeek….”
Maka sampai beberapa tahun kemudian, misteri munculnya eksibisionis di kebon itu belum terpecahkan juga…
*****
Disana, sebelum memasuki wilayah kampus, ada sebuah rumah besar yang disampingnya membelah sebuah gang kecil. Disitu ada sepetak kebon yang ditanami beberapa pohon pisang, dan rumput liar. Disinilah cerita ini berlangsung…
Konon disitulah, sudah lama tersiar kabar tentang seseorang eksibisionis. Teman-teman cewe saya yang kerap melewati jalan itu, beberapa kali terjebak disitu. Eksibisionis itu dengan pede (yaiyalah pede, masa malu-malu?), menunjukkan anunya ke depan cewe-cewe yang kebetulan lewat disitu…
“Ih, ngeri,“ seorang teman cewek saya bergidik.
“Aku bener-bener takuuuut,” tambah yang lain.
“Kenapa sih?” saya nimbrung, “Emang sebesar apa, bisa sampe bikin takut?”
Saya pun langsung ditendang keluar dari arena.
Saya jadi inget kejadian saat teman saya membuka toko di jalan Ciptowiloho - Jogja yang terkenal sepi. Disitu pegawainya pernah didatangi seorang eksibisionis. Biasanya ia datang dengan motor. Lalu turun tanpa mematikan motor. Buka celana… lalu : tang itung itang itung… oouh, ooouh….
Pegawai teman saya itu, sampai menangis karena ketakutan. Sialnya kejadian begitu terulang hingga 3 kali lebih. Sampai dilaporkan pada RT setempat segala. Kacian banget…
Sebenarnya menghadapi eksibisionis cukup mudah. Seorang teman saya yang mengaku pakar menghadapi eksibisionis memberikan tips ; “Eksibisionis itu makin seneng ketika kamu ketakutan. Makanya ketika ia mulai ber-naked ria, kamu cuek aja, melengos dan tidak menanggapi. Tindakan seperti ini bakal bikin si eksibisionis merasa ilfill…”
Tapi pada kenyataannya tips begini mana ampuh. Walau sudah disiapkan batu buat nimpuk, kayu buat nggebuk dan karet gelang buat njepret, biasanya korban seakan lupa semua. Mana ada sih orang ketakutan, bisa berpikir logis?
Kembali ke cerita tentang eksibisionis di deket kampus saya, sejak beberapa teman cewe saya jadi korban, saya sebagai cowo gentle, kadang sengaja menunggu teman-teman saya itu untuk melewati kebon itu. Sampai lama gak pernah ada eksibisionis yang nongol lagi. Nampaknya ia takut dengan keberadaan saya. Cuma suatu hari, kami dikagetkan juga dengan kemunculan eksibisionis yang lain. Kali ini lebih nekad. Naked seluruhnya, menampilkan seluruh tubuhnya yang putih. Saya langsung mengambil bambu di dekat saya. Dengan wajah yang saya garang-garangin saya maju ke depan siap menggebuk. Eksibisionis itu kontan langsung lari tunggang-langgang, sambil teriak-teriak, “mbeeek… mbeeeek….”
Maka sampai beberapa tahun kemudian, misteri munculnya eksibisionis di kebon itu belum terpecahkan juga…
*****